Perpaduan tradisi lokal, Hindu-Buddha, dan Islam dalam institusi sosial masyarakat
Masuknya agama Islam ke Indonesia membawa banyak pengaruh dan perubahan
berbagai aspek dalam sistem sosial masyarakat Indonesia. Masuknya budaya Islam tidak
menyebabkan hilangnya kebudayaan Indonesia pro-Islam, yaitu kebudayaan prasejarah
dan Hindu-Buddha, tetapi justru memperkaya budaya Indonesia. Kebudayaan Islam
berpadu dengan kebudayaan prasejarah dan Hindu-Buddha melalui proses akulturasi.
Proses akulturasi ini terjadi karena masyarakat Indonesia memiliki dasar-dasar kebudayaan
yang cukup tinggi sehingga budaya yang masuk menambah kekayaan budaya. selain itu,
bangsa Indonesia juga memiliki kemampuan untuk menyesuaikan kebudayaan yang datang
(teori Local Genius). Adapun bentuk akulturasi budaya dapat dilihat pada seni bangunan,
misalnya masjid. Masjid ada dua macam, yaitu masjid tradisional dan masjid modern.
Perbedaan kedua masjid ini terletak pada bentuk atapnya. Masjid tradisional beratap
tingkat (meru) dan bahan bangunannya dari alam, sedangkan masjid modern beratap kubah
dan bahan bangunannya sudah memakai semen.
Bentuk akulturasi budaya yang lain adalah sistem pemerintahan. Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan kepala suku yang berlangsung secara demokratis. Akan tetapi, setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddha, tata pemerintahan disesuaikan dengan sistem yang berkembang di India. Seorang kepala pemerintah bukan lagi seorang kepala suku, melainkan seorang raja yang memerintah secara turun-temurun. Artinya, pemilihan raja bukan lagi ditentukan oleh kemampuan melainkan keturunan. Adapun pada masa Islam, sebutan raja berganti sultan yang berkuasa atas kekuasaan negara, agama, dan budaya. Namun ada juga sebutan sunan, misalnya, gelar raja-raja Mataram. Mereka bergelar sunan karena mereka lebih mementingkan sebagai kepala agama.
Bentuk akulturasi budaya yang lain adalah sistem pemerintahan. Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan kepala suku yang berlangsung secara demokratis. Akan tetapi, setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddha, tata pemerintahan disesuaikan dengan sistem yang berkembang di India. Seorang kepala pemerintah bukan lagi seorang kepala suku, melainkan seorang raja yang memerintah secara turun-temurun. Artinya, pemilihan raja bukan lagi ditentukan oleh kemampuan melainkan keturunan. Adapun pada masa Islam, sebutan raja berganti sultan yang berkuasa atas kekuasaan negara, agama, dan budaya. Namun ada juga sebutan sunan, misalnya, gelar raja-raja Mataram. Mereka bergelar sunan karena mereka lebih mementingkan sebagai kepala agama.
nah, itulah mengenai Perpaduan tradisi lokal, Hindu-Buddha, dan Islam dalam institusi sosial masyarakat. Jika ada pertanyaan bisa menghubungi admin DISINI atau dengan cara tinggalkan pertanyaan anda di kolom komentar.
Sumber Gambar : Buku BSE CAKRAWALA SEJARAH Kelas XI SMA/MA WARDAYA2009.
Sumber Referensi : Buku BSE CAKRAWALA SEJARAH Kelas XI SMA/MA WARDAYA2009.
0 Response to "Perpaduan tradisi lokal, Hindu-Buddha, dan Islam dalam institusi sosial masyarakat"
Post a Comment